Entri Populer

Kamis, 03 Maret 2011

EKSISTENSI KOMIK SEBAGAI PENGAYAAN SASTRA ANAK

BAB I
PENDAHULUAN


Dewasa ini komik tampaknya merupakan salah satu bacaan yang sangat digemari tiap orang. Kehadirannya diterima sebagai salah satu bahan bacaan yang dibutuhkan di tengah para pembaca. Hal ini ditandai dengan mudahnya kita menemukan komik, baik di toko buku, kios kecil, baik baru maupun bekas.
Sebagai sebuah bacaan yang digemari anak anak, komik sering dianggap sebagai bacaan yang merusak. Padahal bila ditinjau lebih jauh, komik tidak selamanya memberikan pengaruh buruk. Dalam penceritaannnya, komik tidak hanya memberikan jalan cerita yang menarik, namun komik juga mampu memberikan pesan-pesan kepada para pembacanya.
Dari hal di atas, muncul beberapa pertanyaan. Apakah komik bisa dikategorikan ke dalam jenis sastra? Dan sejauh apa eksistensi komik dalam pengayaan sastra anak? Pertanyaan itu akan kami bahas pada bab berikutnya.


BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT KOMIK

Komik, kemungkinan besar, berasal dari bahasa Belanda “Komiek” yang berarti “pelawak”. Atau bila dirunut dari bahasa Yunani kuno, istilah komik berasal dari kata “komikos” yang di bentuk dari kata “kosmos”, yang berarti “bersukaria” atau “bercanda”.(Rahadian, www.komikindonesia.com).
Komik pada mulanya berkaitan dengan segala sesuatu yang lucu. Kelucuan itu dapat dilihat dari segi gambarnya yang sering tidak proporsional, namun mengena. Namun karena kelucuan itu, komik menjadi digemari oleh anak-anak (dan dewasa) di berbagai pelosok dunia.
Komik terdiri dari potongan-potongan gambar dalam panel-panel kecil disertai sedikit tulisan untuk membantu menceritakan isi gambar. Namun ada juga komik yang hanya terdiri dari gambar saja, tanpa disertai tulisan. Karena gambar itu sendiri sudah memberikan cerita. Hal ini disebut sebagai bahasa komik.



Hakikat komik adalah perpaduan antara gambar dan bahasa, teks visual dan teks verbal, pembicaraan struktur komik juga tidak dapat dilepaskan dari dua unsur yangsecara langsung mendukungnya itu. Kedua aspek komik itu bersifat saling mengisi, menguatkan, dan menjelaskan. Adegan-adegan tertentu membutuhkan teks verbal untuk menegaskan apa yang terjadi. Berdasarkan teks verbal itu pembaca jadi tahu dialog, isi dialog, atau isi fikiran tokoh. Di pihak lain, lewat panel-panel gambar ada banyak deskripsi verbal yang dapat dihindari atau dihemat. Berdasarkan teks visual dan verbal itu pula kita dapat menafsirkan karakter tokoh dan perkembangan alur cerita.


B. ASAL MULA KOMIK
Sejarah komik bermula pada masa pra sejarah di gua Lascaux, Prancis selatan, dimana ditemukan torehan berupa gambar-gambar bison, jenis banteng atau kerbau amerika. Cikal bakal komik ini menurut Bonet (dalam Guntur Angkat, www.sejarah komik.com) belum mengandung sandi yang membentuknya menjadi bahasa namun sudah merupakan pesan sebagai upaya komunikasi non verbal paling kuno.
Di Mesir, cerita tentang dewa maut dalam dunia roh terdapat di kuburan raja Nakht yang ditoreh di atas papirus. Selanjutnya komik di atas daun beralih bentuk mozaik. Di Yunani karya ini berlangsung hingga abad ke 4 masehi, pada zaman Romawi cerita bergambar berkembang pesat yang selanjutnya menyebar hamper ke seluruh eropa.
Di Indonesia cikal bakal komik banyak dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu dan Islam. Indikasi ditemukannya gua leang-leng, Sulawesi selatan. Temuan ini berupa gambar babi hutan juga candi-candi sekitar abad ke 18 juga didapati gambar-gambar kuno di atas kertas dengan tinta berwarna. Jambar menyerupai komik karena disertai keterangan teks beraksara arab dalam bahasa jawa yang dipakai dalam penyebaran agama islam.

C. PERKEMBANGAN KOMIK
Cerita bergambar atau komik pertama kali terbit di Indonesia sejalan dengan munculnya media masa berbahasa melayu cina dimasa pendudukan Belanda. Cergam Put On karya Kho Wan Gie tahun 1930 di harian Sin Po, menceritakan sosok gendut bermata sipit yang melindungi rakyat kecil bercerita tentang Indonesia sebagai tanah kelahirannya.
Cerita bergambar yang bercorak realistik baru dimulai oleh Nasoen As sejak tahun 1939. Bonef menempatkan awal perang dunia 1 sebagai masa pertumbuhan awal komik Indonesia. Komik pertama dalam kasanah sastra Indonesia ialah Mencari Putri Hijau (Nasroen As) dimuat di harian Ratoe Timoer.
Pada masa pendudukan Jepang 1942 muncul cerita legenda Roro Mendut gambaran B. Margono, di harian Sinar Matahari Jogjakarta. Setelah Indonesia merdeka harian Kedaulatan Rakyat memuat komik Pangeran Diponegoro dan Joko Tingkir dan pada tahun 1948 cerita tentang kependudukan Jepang oleh Abdul Salam. Cerita yang bertemakan petualangan dan kisah-kisah kepahlawanan yang diangkat dari cerita rakyat sehubungan dengan situasi politik masa itu banyak mucul pada tahun 1952, misalnya “Sri Asih” (1952) karya R. A. Kosasih, “Kapten Jani”, “Pangeran Najan” (Tino Sidin), Tjip Tupai “Mala Pahlawan Rimba” (1957) dan sebagainya.
Masa keemasan dan kebangkitan kedua komik Indonesia (1980) ditandai banyaknya ragam dan judul komik yang diterbitkan pada masa itu. Ragam komik yang disukai pada masa itu adalah komik roman remaja yang bertemakan kehidupan kota. Beberapa komikus yang dominan adalah Budijanto, Zaldy, Sim, dan Mintaraga. Karya Jan Mintaraga yang cukup populer adalah Sebuah Noda Hitam. Jenis lain adalah komik silat yang bertemakan petualangan pendekar-pendekar ahli silat. Ganes TH spesialis dalam jenis komik ini.
Dewasa ini Indonesia kebanjiran komik produk mancanegara khususnya dari Jepang. Istilah komik di Jepang disebut sebagai “manga” dan di Cina sebagai “man hua” (Mustaqin, 2004, www.cesb.net.my/va/Lbelakang.asp). Asal usul istilah manga tidak berkaitan secara spesifik dengan pengertian manga sebagaimana yang dikenal dewasa ini untuk sebutan komik jepang. Tokoh yang menggeneralisasikan penggunaan istilah manga untuk pengertian komik jepang adalah Rakuten Kitazawa melalui suplemen dalam sebuah harian di jepang (Jiji Shinpou). Kitazawa adalah pionir komik strip jepang. Tokoh komik jepang lainnya adalah Osamu Tezuka yang dijuluki sebagai “The God of Manga” yang mengembangkan karakter tokoh individunya ke dalam manga dan berpengaruh terhadap generasi berikut hingga kini.

D. KONTRIBUSI KOMIK TERHADAP PERKEMBANGAN SASTRA ANAK
Sebagaimana yang telah kami utarakan sebelumnya, karena komik sangat digemari anak, maka komik dikategorikan sebagai sastra anak. Gendre sastra anak dalam berbagai hal berbeda dengan sastra dewasa, salah satunya terlihat dari dominannya unsure-unsur gambar dalam sastra anak. Gambar tersebut juga dominant pada komik, tetapi gambar dan tulisan pada komik berbeda karakteristiknya dengan buku-buku bacaan sastra anak yang lainnya.
Komik dapat dikategorikan sebagai kesastraan popular yang memiliki keunikan tersendiri karena adanya gambar-gambar (Boneff, via Sastriyani, 2004:123). Gambar-gambar dalam komik berbeda dengan gambar-gambar dalam cerita bergambar. Peran gambar dalam cerita bergambar hanya sekedar sebagai ilustrasi yang lebih berfungsi mengkongkretkan, melengkapi, dan memperkuat sesuatu yang diceritakan secara verbal. Sedangkan gambar dalam komik merupakan cerita dari komik itu sendiri.
Bila ditanyakan mengenai eksistensi komik terhadap perkembangan sastra anak, maka komik memberikan sumbangan yang sangat besar bagi pengayaan jenis sastra anak. Komik menjadi salah satu alternative pilihan bacaan yang tidak membosankan seperti para pendahulunya. Namun komik tidak hanya menyediakan hal-hal yang remeh atau kurang serius seperti komik humor. Komik juga terdiri dari berbagai jenis seperti komik petualangan, komik biografi, komik ilmiah, bahkan komik tentang kitab injil.
Dulu bahan bacaan anak-anak sebagian besarnya berisi mengenai khotbah, penuh petuah verbal ini itu. Pesan yang disampaikan pun terlalu hitam putih, penuh semangat lokal yang dibuat-buat sehingga menimbulkan rasa risih dan bosan bagi para pembaca. Anak-anak mempunyai dinamika yang berbeda dengan yang dimiliki orang tua mereka dulu, jadi hal seperti itu tidak telalu menarik bagi mereka.
Namun, kini komik memberikan hal yang berbeda. Tidak hanya dari segi kisah yang ditampilkan, namun juga dari pesan yang disisipkan. Komik lebih mudah dicerna oleh anak tanpa merasa dibebani dengan pesan moral yang terkandung dalam komik.
Bila kita tilik dunia perkomikan di Jepang, komik menyentuh hampir semua aspek kehidupan, bahkan dalam bidang pendidikan. Para guru di Jepang tidak melarang komik masuk ke ruangan kelas. Pada hari tertentu, bahkan para siswa diminta membawa komik kesayangan mereka. Di kelas, mereka berbincanga mengenai komik. Alhasil, guru bisa menanamkan nilai-nilai moral dan pengetahuan tanpa si murid sadar bahwa mereka sedang belajar.


DAFTAR PUSTAKA

www.cesb.net.my/va/Lbelakang.asp
www.sejarah komik.com
www.komikindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentar sangat diterima...
gak dikomentari juga gapapa,..